Rabu, 19 September 2012

Tuntunan Bertamu

Kehidupan manusia tidak akan lepas dari interaksi antara sesama. Interaksi tersebut akan baik jika disertai dengan saling menghormati dan beradab dengan adab yang mulia. Islam datang sebagai agama yang menyempurnakan seluruh akhlak yang mulia, bukan mengesampingkan apalagi menghilangkannya. Termasuk di dalamnya adab dalam bertamu. 1. Mengucap salam dan meminta izin untuk masuk. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yaang beriman janganlah kalian masuk ke rumah kalian sampai kalian meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuninya, hal itu lebih baik semoga kalian selalu mengingatnya. Dan apabila kalian tidak mendapatkan seorang pun maka janganlah kaliaan memasukinya sampai kalian diberi izin. Dan apabila dikatakan kepada kalian, ‘kembalilah’ maka kembalilah, hal itu lebih suci bagi kalian dan Allah maha melihat apa yang kalian kerjakan.” [Q.S. An Nur:27,28]. Rasulullah ` pernah bersabda, “apabila salah seorang kalian meminta izin masuk tiga kali dan tidak mendapatkan izin masuk maka kembalilah.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari z]. 2. Tidak boleh mengintip dalam rumah. Mungkin kita sering mendapatkan kaum muslimin tatkala bertamu ia mengucap salam sambil melihat-lihat kedalam rumah lewat jendela rumah atau mengintip lewat celah-celah rumah. Sebenarnya, Rasulullah ` telah mewanti-wanti dan melarang kita dari perkara ini. Dari Abu Hurairah z, bahwa Rasulullah ` bersabda, ”Barangsiapa yang melihat-lihat kedalam rumah suatu kaum tanpa meminta izin kepada mereka maka sungguh telah halal bagi kaum tersebut untuk mencolok kedua matanya.” [H.R. Muslim]. 3. Mengetuk pintu dengan pelan. Upayakan mengetuk pintu dengan pelan atau sesuai kebutuhan, jangan membuat kaget tuan rumah. Anas bin Malik z mengisahkan, “Dahulu pintu-pintu rumah Nabi ` diketuk dengan ujung kuku.” [H.R. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrad]. 4. Tidak berdiri menghadap pintu rumah tatkala pintu terbuka. Namun hendaknya tamu berada di samping kiri atau kanannya. Karena ditakutkan tanpa sengaja melihat aurat orang yang berada dalam rumah tersebut. Dari Abdullah bin Busr z berkata, “Dahulu jika Rasulullah ` datang menuju pintu rumah suatu kaum (bertamu), beliau tidak menghadap langsung ke arah pintu. Namun, berada di sebelah kanan atau kiri pintu dan berkata, “ Assalamu alaikum assalamu alaikum.” [H.R. Abu Dawud, Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrad]. 5. Hendaknya menyebutkan nama tatkala ditanya oleh pemilik rumah. Dari Jabir bin Abdillah ia berkata, “Aku datang kepada Rasulullah untuk bertanya tentang hutang yang menjadi tanggungan ayahku, maka akupun mengetuk pintu rumah beliau. Rasulullah ` bertanya, ‘siapakah itu?’ Aku menjawab, ‘Ini saya, maka beliau pun bersabda, ‘Saya…saya…’ Seakan beliau membenci jawaban itu.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Ketidaksukaan beliau ` terhadap jawaban ini karena sekedar lafadz ‘saya’ tidak diketahui siapa yang mengatakannya. Sehingga tidak akan berfaedah tatkala seseorang meminta izin masuk. 6. Berupaya untuk berpenampilan sebagus mungkin. Tatkala seseorang bertamu, maka hendaknya ia memperhatikan penampilannya. Supaya pemilik rumah tidak merasa keberatan dan risih kepadanya. Hal ini telah diajarkan oleh para pendahulu kita. Dari Abu Jaldah berkata, “Abu Umayyah datang menemui Abul Aliyah dengan memakai pakaian dari wol. (Melihat hal itu) berkatalah Abu Al Aliyah, “Seorang muslim apabila mereka saling berkunjung mereka saling memperbaiki pakaian mereka.” Bagusnya pakaian bukan berarti harus baru dan mahal, namun pakaian yang sederhana pun tidak mengapa asalkan baik dan rapi. Baiknya penampilan saat menemui tamu telah dituntunkan oleh Rasulullah `, maka sebaliknya seorang tamu pun dituntut untuk menemui pemilik rumah dengan keadaan yang baik. 7. Tidak membebani pemilik rumah dengan sesuatu yang memberatkan. Memuliakan tamu adalah wajib dalam hukum islam. Pemuliaan dalam bentuk sambutan, tanggapan, penjamuan serta yang lainnya. Sehingga tamu pun harus melihat dan mempertimbangkan waktu bertamu, kesibukan tuan rumah, dan kondisi yang lainnya. Hal ini apabila diabaikan, akan menyebabkan pemilik rumah merasa berat hati atau bahkan sempit dadanya sehingga akan mengakibatkan perkara–perkara yang tidak baik, dari sisi ketidak ridhaan pemilik rumah dan penelantaran hak keluarga. 8. Mendoakan tuan rumah. Seorang tamu yang mendapatkan perlakuan yang baik dari pemilik rumah, berupa pelayanan, hidangan yang disuguhkan, dan yang lainnya, sudah semestinya ia membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan pula. Kalau tidak mampu maka dengan doa. Abdullah bin Umar x meriwayatkan bahwa Rasulullah ` bersabda, “Siapa saja yang berbuat baik kepada kalian, balaslah dengan yang setimpal. Apabila kalian tidak memiliki sesuatu yang setimpal maka doakanlah sampai kalian memandang telah membalasnya dengan dengan setimpal.” [H.R. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Abani dalam Irwaul Ghalil] 9. Shalat bersama pemilik rumah. . Hal ini pulalah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah `. Dalam hadits dari Anas bin Malik z, “Bahwa suatu saat Rasulullah ` mengunjungi satu keluarga Anshar, beliau memakan hidangan mereka. Tatkala selesai, beliau mencari satu tempat dalam rumah tersebut, lalu tikar yang ada di situ diperciki air. Kemudian beliau shalat dan mendoakan kebaikan bagi mereka.” [H.R Al Bukhari]. Seandainya kita tidak mampu untuk melakukan shalat karena halangan tertentu, maka cukuplah kita mendoakan kebaikan bagi mereka. Allah tidak membebani seorang makhluk dengan sesuatu yang tidak dimampuinya. Demikian sebagian adab bertamu, semoga kita dapat melaksanakannya dengan baik, sehingga kita dapat memetik pahala dalam bertamu dengan melakukan adab-adabnya. Wallahu a’lam. [hammam]. Referensi: Tafsir AlQuranul Adhim Jami’ ul ‘ulum wal hikam Shahih adabul Mufrad Sebarkan :

0 komentar:

Posting Komentar